Konsep koperasi adalah konsep umum
yang berlaku di seluruh dunia. Ciri khas koperasi dapat dipandang sebagai jati
diri yang sejak kelahirannya hingga dewasa ini tetap eksis meskipun politik,
ekonomi, social dan budaya dunia mengalami berbagai perubahan. Menurut Ibnoe Sudjono
(1997 : 2-5) kekhasan (ciri khas) koperasi secara universal dapat dicirikan ke dalam
tiga hal, yakni :
1. Nilai-nilai sosial merupakan
bagian integral prinsip-prinsip koperasi. Hal ini mengandung pengertian bahwa
prinsip-prinsip koperasi yang ditegakkan merupakan koreksi terhadap sistem
kapitalisme yang mengagungkan
individualisme, profit motive,
kebebasan, serta persaingan. Prinsip-prinsip koperasi juga menolak faham
komunisme, yang mengagungkan “sama rasa sama rata”, tidak diakuinya hak milik
perseorangan, serta individu merupakan buruh Negara. Nilai-nilai social yang
dijunjung koperasi merupakan nilai universal antara
lain kebersamaan, demokrasi/kesamaan
hak, kesejahteraan bersama serta keadilan social.
2. Koperasi merupakan kumpulan
orang-orang (people
based-association). Koperasi dapat dipandang sebagai perkumpulan
dan juga sebagai perusahaan. Koperasi sebagai kumpulan orang inilah yang
membedakan dengan perusahaan kapitalistik sebagai perusahaan kumpulan
modal/saham (capital
based-corporation). Dalam koperasi yang dipentingkan eksistensi
orang-orang dan bukan modalnya.
3. Prinsip-prinsip koperasi merupakan
garis pemandu atau penuntun pelaksanaan kegiatan usaha koperasi, di mana
pengendalian dilakukan secara demokratis dan surplus ekonomi dibagikan atas
besar-kecilnya jasa anggota terhadap koperasi. Sedangkan surplus ekonomi yang
berasal bukan dari anggota tidak boleh dibagikan untuk anggota, melainkan
harus digunakan untuk memajukan dan mengembangkan koperasi guna meningkatkan pelayanan
kepada anggota.
Menurut Subiyakto Tjakrawerdaja
(2007) ide koperasi sebenarnya bukan berasal dari Indonesia, melainkan berasal
dari negara Eropa. Oleh sebab itu, peran koperasi di Indonesia berbeda dengan di negara
lain. Di berbagai Negara, koperasi dijadikan sebagai salah satu bentuk dari suatu
badan usaha yang dimiliki oleh banyak orang, dengan prinsip satu anggota satu
suara. Koperasi Indonesia tidak hanya sekedar itu, melainkan masih diberikan peran yang
strategis dalam pembangunan yakni sebagai sarana untuk pengentasan kemiskinan.
Konsep koperasi merupakan konsep umum dunia, namun ketika koperasi akan
diterapkan di Indonesia yang digagas oleh Bung Hatta muncul perbedaan yang mendasar
tentang konsep Koperasi Indonesia. Koperasi Indonesia tidak sekedar sebagai badan
usaha seperti firma, perseroan terbatas, tetapi koperasi Indonesia merupakan
agen pembangunan untuk pengentasan kemiskinan. Koperasi Indonesia
mengemban misi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, koperasi
Indonesia mempunyai peran untuk menyebarluaskan jiwa dan semangat koperasi untuk
dapat dikembangkan pada perusahaan swasta dan negara. Adanya perbedaan peran
koperasi Indonesia dengan koperasi di negara lain dilatarbelakangi bahwa koperasi di
Indonesia lahir karena adanya kemiskinan struktural, di mana kemiskinan
bukanlah merupakan masalah baru bagi Indonesia dan di lain pihak sebagian besar penduduk
Indonesia masih berada dalam kategori miskin.
Oleh sebab itu, perlu adanya usaha
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia atas peran dan manfaat
koperasi untuk meningkatkan taraf hidup warga masyarakat dengan cara memberikan
contoh untuk meyakinkan bahwa sesungguhnya koperasi mampu mengelola usaha dengan
baik sehingga memberikan kesejahteraan kepada anggota.
Di Jepang, koperasi difungsikan
sebagai wadah perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian. Di pedesaan
Jepang, koperasi telah mampu menggantikan fungsi bank sehingga koperasi pedesaan ini
dikenal sebagai “bank rakyat” , di mana koperasi tersebut dalam menjalankan aktivitasnya telah menerapkan
system perbankan.
Di Indonesia, banyak juga koperasi
yang berhasil, dan merupakan perusahaan yang besar dan handal, antara lain:
GKBI yang bergerak di bidang usaha batik, Kopti yang bergerak di bidang usaha tahu
dan tempe; serta KOSUDGAMA koperasi yang berbasis di perguruan tinggi dan KUD
pada era pemerintahan Orde Baru mampu
menjaga kestabilan komoditi beras. Namun demikian, masih banyak juga
koperasi yang kinerjanya tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan, sehingga
menyebabkan trauma dan citra koperasi menjadi negative. Beberapa faktor
penyebabnya antara lain adalah:
1. Ketidakmampuan koperasi menjalankan
fungsi yang dijanjikan. Banyak alasan mengapa orang-orang menginginkan
terbentuknya koperasi, antara lain untuk memperoleh pelayanan usaha yang
optimal. Dengan berkoperasi, para anggota menginginkan dapat memperoleh
barang-barang kebutuhan pokok dan barangbarang
kebutuhan usaha secara tepat waktu
dan harga yang relative lebih murah, memperoleh pinjaman dengan syarat
yang lebih mudah, dapat menjual produk dengan harga yang menguntungkan,
meningkatkan posisi tawar terhadap pihak lain, dapat mengembangkan usaha
lanjutan (misalnya pengolahan dan pemasaran) serta meningkatkan
kekuatan dalam menghadapi praktek monopoli maupun persaingan. Apabila koperasi
tidak mampu menjalankan fungsinya untuk mewujudkan apa yang diharapkan
anggotanya, sudah barang tentu para anggota
merasa kecewa yang akhirnya muncul
citra yang kurang baik terhadap koperasi.
2. Adanya penyimpangan kegiatan usaha
tidak sesuai dengan kepentingan anggota. Dalam perkembangannya, jika tidak
hati-hati dapat terjadi penyimpangan kegiatan koperasi yang lebih
mengutamakan kepentingan pengurus atau investor, sehingga kebijaksanaan yang diambil
justru digunakan untuk membela dan melindungi kepentingan
pengurus/investor. Sebagai contoh dalam koperasi simpan pinjam, penerapan bunga
pinjaman yang relatif tinggi kepada anggota, dengan maksud dapat membayar bunga
yang relatif tinggi terhadap para penabung/investor. Contoh lain,
koperasi dimanfaatkan untuk kepentingan politik atau kelompok tertentu.
3. Kualitas sumber daya manusia yang
rendah. Suatu organisasi termasuk koperasi akan dapat maju dan berkembang
apabila didukung oleh sumber daya yang berkualitas, khususnya untuk pengurus
atau pengelola. Perlu disadari bersama bahwa koperasi bukan merupakan
organisasi social yang usahanya memberikan
santunan, bantuan cuma-cuma, bantuan
social dan sebagainya. Adalah keliru, jika seseorang ingin menjadi anggota
koperasi dengan maksud untuk memperoleh bantuan. Koperasi merupakan
organisasi ekonomi yang berwatak social, sehingga dalam menjalankan kegiatannya tetap
berpegang pada prinsip-prinsip bisnis, berusaha mengembangkan usaha, memperoleh
keuntungan, bertindak rasional, mencari dan memanfaatkan peluang
dengan tetap memperhatikan pelayanan dan kepentingan anggota. Sebagai
organisasi ekonomi, koperasi memerlukan pengurus/pengelola yang berkualitas,
sehingga mampu menjalankan manajemen organisasi dan usaha yang baik,
kreatif, inovatif dan mampu menjalin komunikasi ke berbagai pihak. Sebaliknya jika
pengurus/pengelola koperasi tidak berkualitas, maka pengelolaan usaha dilakukan
seadanya, hasil usaha yang dicapai rendah atau usahanya tidak berkembang. Jika
usaha koperasi tidak berkembang, para anggota merasa dirugikan, akibatnya
mereka merasa berkoperasi tidak ada manfaatnya sehingga citra koperasi
menjadi kurang baik.
4. Pengawas bekerja tidak optimal.
Pengawas atau badan pemeriksa dipercaya oleh rapat anggota ditugasi melakukan
monitoring dan pengawasan jalannya kehidupan koperasi baik organisasi,
usaha, maupun administrasi pembukuan. Adanya pengawas diharapkan dapat
menyelamatkan harta kekayaan milik organisasi, anggota maupun
stakeholder yang lain. Untuk itu pengawas harus melakukan pemeriksaan secara rutin,
baik yang dilakukan secara mendadak maupun periodik dan selanjutnya
melakukan tindak lanjut apabila ditemukan adanya penyimpangan. Kenyataannya,
banyak pengawas yang tidak optimal dalam menjalankan tugasnya, tidak
melakukan pemeriksaan secara dini, hanya memeriksa sekali setahun dan
dilakukan secara sekilas. Akibatnya tidak diketahui adanya penyimpangan yang terjadi.
Tidak berfungsinya pengawas memungkinkan terjadinya penyimpangan sehingga
koperasi menderita kerugian.
5. Pengurus/pengelola tidak jujur.
Kejujuran berkaitan dengan sikap mental dan moral. Banyak koperasi yang mengalami
kebankrutan karena pengurus/ pengelolanya bersikap korup, ingin
memperkaya diri serta memanfaatkan fasilitas koperasi untuk memenuhi kepentingan diri sendiri atau
golongan.
Menjaga dan Mengembangkan Eksistensi
Koperasi
Menurut Bayu Krisnamurti (2007), ada
beberapa faktor fundamental yang mempengaruhi eksistensi koperasi,
yakni :
1. Koperasi akan eksis jika terdapat
kebutuhan kolektif untuk memperbaiki ekonomi secara mandiri. Setiap orang memiliki
kebutuhan untuk memperbaiki ekonominya dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan. Untuk itu, perlu ada kesadaran bagi setiap anggota koperasi untuk
mengembangkan diri secara mandiri di mana koperasi difungsikan sebagai
fasilitator. Dengan demikian, di dalam koperasi perlu dikembangkan kesadaran kolektif dan
kemandirian.
2. Koperasi akan berkembang apabila
terdapat kebebasan (independency) dan otonomi untuk berorganisasi. Struktur
organisasi, jenis kegiatan harus disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan
anggota. Pendirian koperasi hendaknya dikembangkan berdasarkan pendekatan bottom-up, dari bawah, atas
kesadaran diri, sehingga muncul sense of belonging dan bukan bersifat top-down yang ditentukan oleh faktor eksternal.
3. Keberadaan koperasi akan
ditentukan oleh proses pemahaman nilai-nilai koperasi. Koperasi memiliki nilai-nilai atau
prinsip-prinsip dasar yang tidak dimiliki oleh organisasi lain. Oleh sebab itu, para
stakeholder koperasi perlu memiliki pemahaman terhadap nilai-nilai
koperasi sebagai pilar utama dalam kehidupan koperasi. Nilai-nilai koperasi itu,
antara lain berupa keterbukaan, demokrasi, partisipasi, kemandirian, kerjasama,
pendidikan dan kepedulian pada masyarakat. Selanjutnya nilai-nilai koperasi itu
hendaknya diimplementasikan dalam mengembangkan koperasi, dan jika hal
ini dapat dilakukan niscaya dukungan anggota dan masyarakat akan semakin
meningkat yang pada gilirannya dapat menumbuhkan citra positif.
4. Adanya kesadaran dan kejelasan
tentang keanggotaan. Setiap anggota koperasi maupun masyarakat perlu memahami dan
mengetahui secara jelas tentang hak, kewajiban serta manfaat berkoperasi.
Jika setiap anggota telah memahaminya secara jelas, diharapkan akan
meningkatkan loyalitas sehingga mereka akan selalu memanfaatkan koperasinya dalam
setiap memenuhi kebutuhannya.
5. Koperas akan eksis, apabila mampu
mengembangkan kegiatan usaha yang (a) luwes sesuai kepentingan anggota; (b)
berorientasi pada pelayanan anggota; (c) berkembang sejalan dengan
perkembangan usaha anggota; (d) mampu menekan biaya transaksi antara koperasi
dengan anggota lebih kecil dibanding biaya transaksi non koperasi; dan (e)
mampu mengembangkan modal koperasi maupun modal anggota.
Bagaimana Membangun
Citra Koperasi
Kita sadar, dewasa ini citra koperasi
di mata masyarakat kurang baik sehingga masyarakat cenderung memberi kesan
negative terhadap koperasi. Hal ini disebabkan banyak koperasi yang gagal, banyak
koperasi yang disalahgunakan oleh Pengurus, dan banyak koperasi yang tidak
professional. Oleh sebab itu, kita tidak perlu terkejut atau heran terhadap berbagai atribut
yang berupa ejekan yang diarahkan pada koperasi. Berbagai ejekan tersebut,
antara lain pengertian koperasi diartikan menjadi “kuperas-i”; koperasi diidentikan
dengan “korupsi”, KUD diartikan “Ketua Untung Dulu”; “Kamu Utang Dulu” dan
sebagainya. Terhadap ejekan tersebut Pengurus koperasi tidak perlu “kebakaran
jenggot”, melainkan Pengurus perlu menunjukkan kinerja yang baik dalam
pengelolaan koperasi. Jika Pengurus mampu menunjukkan bukti-bukti keberhasilan koperasi,
maka lama kelamaan perasaan sinis dan citra negative secara perlahan-lahan akan
hilang dengan sendirinya.
Upaya yang perlu dilakukan untuk
memperbaiki dan membangun citra koperasi antara lain, sebagai berikut :
1. Pemerintah perlu mensosialisasikan
kembali hakikat dan substansi pasal 33 UUD 1945, di mana perekonomian disusun
berdasarkan atas asas kekeluargaan. Istilah disusun mengindikasikan pemerintah
harus bertindak aktif menyusun, mengatur dan mengusahakan ke arah perekonomian
yang didasarkan atas demokrasi ekonomi dan jangan membiarkan
perekonomian tersusun sendiri atas kekuatan pasar.
2. Pemerintah perlu memiliki political will yang kuat terhadap
eksistensi dan pengembangan koperasi sebagai sarana
membangun perekonomian nasional menuju pada keadilan dan
kesejahteraan social. Untuk itu, berbagai peraturandan kebijaksanaan ekonomi diharapkan
dapat menumbuhkan iklim yang kondusif bagi pengembangan koperasi,
memberikan kepastian usaha , memberikan perlindungan terhadap koperasi,
menciptakan kondisi persaingan yang sehat, dalam pelaksanaan mekanisme pasar (UU
No. 25 Tahun 2000).
3. Pemerintah perlu bertindak tegas
untuk memberi sangsi dan atau membubarkan organisasi yang berkedok koperasi,
koperasi-koperasi yang “tidur”, koperasi yang tidak sehat, dan selanjutnya membina
koperasi yang prospektif dan benar-benar sehat.
4. Membangun jaringan kerjasama usaha
antara koperasi dengan badan usaha lain dengan dilandasi kemitraan yang
saling menguntungkan. Kerjasama kemitraan tersebut antara lain dalam hal :
pengadaan bahan baku, proses produksi, pemasaran, misalnya melalui program
bapak angkat, joint venture, waralaba, intiplasma,
maupun subkontrak.
5. Menyebarluaskan informasi terhadap
koperasi yang berhasil melalui media massa, sehingga masyarakat mengetahui bahwa
banyak koperasi yang berhasil, patut menjadi contoh dan mampu berperan
dalam perekonomian local maupun nasional. Sebaliknya media pers
sebaiknya mengurangi pemberitaan negative
tentang koperasi, untuk lebih
menonjolkan berita positif keberhasilan koperasi dari berbagai wilayah dan berbagai
jenis koperasi.
6. Meningkatkan wawasan dan
nilai-nilai perkoperasian di kalangan generasi muda melalui pendidikan perkoperasian di
tiap sekolah maupun lembaga pendidikan lainnya, sehingga generasi muda
memahami benar tentang manfaat dan peranan koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan dan keadilan
social.
7. Meningkatkan jiwa dan semangat
kewirausahaan dalam koperasi, sehingga terbentuk koperasi memiliki budaya
kewirausahaan, berani bersaing, serta mampu menciptakan produk yang memiliki
keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.
Kesimpulan
Untuk dapat mempertahankan eksistensi
koperasi, maka pengurus dan anggota koperasi senantiasa harus memahami
dan mengimplementasikan jatidiri koperasi, pembentukan koperasi atas dasar
kesadaran anggota (bottom-up), kegiatan usaha luwes dan sinergis dengan kebutuhan
anggota, pengurus jujur dan bekerja keras,
berorientasi pada pelayanan anggota
dan mampu menciptakan biaya transaksi antara koperasi dengan anggota lebih rendah
dibanding biaya transaksi antara anggota dengan non koperasi.
Untuk membangun kembali citra
koperasi, pemerintah perlu secara konsekuen melaksanakan amanat pasal 33 UUD
1945, meningkatkan political
will dengan menciptakan kebijaksanaan guna
melindungi koperasi dan memberikan iklim yang kondusif, meningkatkan kerjasama
kemitraan antar badan usaha, mengurangi pemberitaan negatif dan menonjolkan
pemberitaan positif tentang koperasi, menanamkan jiwa dan semangat koperasi
melalui pendidikan serta meningkatkan wawasan dan semangat kewirausahaan dalam pengelolaan
koperasi.
Sumber :
Sukidjo/Staf Pengajar FISE Universitas Negeri
Yogyakarta/Membangun Citra Koperasi Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar